Sementara itu, anak dari Haryono yakni Widhiastuti mengetahui rumahnya aksesnya ditutup tembok sekitar pukul 09.00 WIB.
Padahal sebelumnya tidak ada pemberitahuan dari keluarga dari Riyanto untuk ditutup tersebut. Widiastuti pertama kali melihat rumahnya sudah diukur dan dipasang bata setinggi satu meter.
Setelah mengetahuinya, Widiastuti tidak berani untuk menegur tindakan Riyanto. Maka dia langsung melaporkan kejadian itu pada Kepala Desa Beji untuk dibantu menengahi permasalahan tersebut.
“Memang keluarga saya dan keluarga Pak Haryono terjadi konflik kepemilikan tanah. Niat membuat tembok dari Riyanto sebenarnya sudah lama. Lalu, dulu jalan gang kecil milik nenek saya, awalnya jalan kecil itu diniatkan untuk umum, namun prosesnya belum selesai,” ungkap Widiastuti.
Perempuan sehari-hari berjualan soto babat ini mengaku, resah terhadap tembok menutupi akses ke rumahnya. Namun, dia dan keluarga Riyanto melakukan mediasi selama lebih dari tiga jam di lokasi kejadian.
Sempat menemui titik terang, ketika Widiastuti sepakat membongkar galvalum dari warung sotonya dan langsung dibongkar saat Senin malam dengan dibantu warga sekitar.
Dengan maksud, agar Riyanto dapat bersedia membongkar tembok yang dibuatnya, ternyata tidak semudah itu meredam amarah pria 70 tahun itu. Mediasi alot, karena Riyanto mempertahankan tembok untuk melindungi tanahnya yang memilik sertifikat hak milik (SHM).
Hasil mediasi Senin malam ini dengan dibantu Kanit Reskrim Boyolangu dan Kepala Desa Beji, tembok dibongkar. Nyatanya hanya sebagian saja. iNews Tulungagung
Editor : Mohammad Ali Ridlo
Artikel Terkait