Menurut Hendri, istilah “sumbangan” sering dijadikan kedok untuk menarik uang dari wali murid.
“Kalau dana BOS dan BPOPP sudah ditransfer pemerintah, lalu masih ada pungutan dengan alasan sumbangan, itu jelas menyalahi aturan. Apalagi jika nilainya ditentukan dan sifatnya wajib. Itu bisa masuk kategori pungutan liar,” ujar Hendri tegas.
Dari data yang dihimpun LMP, SMKN 1 Pagerwojo pada tahun 2025 tercatat menerima dana BPOPP untuk 374 siswa dengan total Rp 424,8 juta.
Namun, dari total 1.825 siswa yang ada, hanya sebagian kecil yang tercatat menerima manfaat dana tersebut.
“Kami mempertanyakan dasar seleksi penerima BPOPP. Mengapa dari ribuan siswa hanya ratusan yang mendapat bantuan? Jangan-jangan ada dugaan penyelewengan dalam prosesnya,” ujar Hendri.
Ia menambahkan, informasi mengenai BPOPP seharusnya diumumkan secara terbuka di papan informasi sekolah agar publik dapat mengawasi.
LMP juga mengingatkan adanya kasus lama pada tahun 2019, ketika SMKN 1 Pagerwojo diduga menarik iuran dari wali murid sebesar Rp 1.840.000 per siswa untuk pembangunan toilet serta Rp 150.000 per bulan untuk biaya listrik dan air.
“Itu sudah pernah jadi sorotan publik, tapi sampai hari ini tidak jelas apakah sudah diselesaikan atau justru dipeti-eskan. Kami akan mengangkat kembali kasus tersebut sebagai bahan klarifikasi ke pihak sekolah,” ungkap Hendri.
Editor : Mohammad Ali Ridlo
Artikel Terkait
