Diduga Legalkan Pungli Lewat Rapat Komite, SMKN 3 Boyolangu Dilaporkan ke Polisi oleh LMP-TA

Tulungagung, iNewsTulungagung.id - Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang mencederai semangat keadilan dan transparansi dalam pengelolaan pendidikan.
Kali ini, Laskar Merah Putih (LMP) Markas Cabang Tulungagung secara resmi melaporkan dugaan pungli di SMKN 3 Boyolangu ke Polres Tulungagung. Laporan tersebut diterima oleh Aipda Samsul HW dari Seksi Umum (SIUM) Polres Tulungagung pada Senin, (28/04/2025)
Ketua LMP Tulungagung, Hendri Dwianto, mengungkapkan bahwa laporan ini berawal dari aduan masyarakat, khususnya para wali murid, yang merasa terbebani oleh sejumlah pungutan yang dilakukan pihak sekolah melalui mekanisme rapat komite.
Dugaan pungli ini mencuat setelah Komite Sekolah SMKN 3 Boyolangu memutuskan serangkaian pungutan yang nominalnya sudah ditentukan dan bersifat mengikat.
Dalam keputusan rapat komite tersebut, terdapat tiga program yang diduga menjadi modus pungli, yaitu:
- Penunjang Mutu Pembelajaran sebesar Rp 1.200.000 per siswa untuk kelas 10.
- Sumbangan sukarela ikhlas untuk pengembangan aset sekolah, seperti plafon, sebesar Rp 1.500.000 per siswa.
- Kegiatan Pendidikan Karakter sebesar Rp 500.000 per siswa.
Ketua LMP Tulungagung, Hendri Dwianto, menyatakan bahwa keputusan tersebut secara nyata telah menyimpang dari sejumlah peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012, dan Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2022.
“Kami menilai, ada penyalahgunaan wewenang dalam pengambilan keputusan oleh komite sekolah yang seolah-olah dilegalkan melalui rapat. Padahal dalam aturan sangat jelas, sekolah negeri tidak boleh menarik pungutan, dan sumbangan pun harus sukarela, tidak ditentukan jumlah maupun jangka waktunya. Ini bukan lagi sumbangan, ini sudah pungutan liar yang harus diusut tuntas,” tegas Hendri.
Hendri juga menambahkan bahwa pihak sekolah, dalam hal ini kepala sekolah dan jajarannya, patut diduga melakukan pembiaran karena tidak menolak keputusan tersebut, bahkan terkesan memberikan restu.
Menurutnya, dalih bahwa dana BOS tidak mencukupi tidak bisa dijadikan alasan untuk mewajibkan orang tua membayar sejumlah dana yang telah ditentukan.
“Kami akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas. Dunia pendidikan harus dibersihkan dari praktik-praktik seperti ini. Jangan sampai anak-anak dari keluarga kurang mampu gagal mendapatkan pendidikan layak hanya karena dipaksa membayar iuran yang tidak sah. Ini soal keadilan sosial dan tanggung jawab negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Hendri meminta aparat penegak hukum untuk segera melakukan penyelidikan dan memanggil semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan yang melanggar hukum tersebut.
Ia juga menyerukan kepada Dinas Pendidikan dan Ombudsman RI untuk turun tangan melakukan audit dan klarifikasi atas pelaksanaan pengelolaan dana pendidikan di SMKN 3 Boyolangu.
LMP Tulungagung menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berhenti sampai ada kejelasan hukum dan sanksi yang tegas terhadap pelaku maupun pihak yang melakukan pembiaran.
Menurut Hendri, pengawasan masyarakat terhadap lembaga pendidikan adalah bentuk nyata dari kontrol sosial agar praktik penyimpangan tidak terus berulang dan merusak moral generasi muda. (*)
Editor : Mohammad Ali Ridlo