Tulungagung, iNews Tulungagung - Masyarakat dari sembilan desa di Kabupaten Tulungagung geram lantaran tanaman padi seluas 900 hektare terancam gagal panen.
Hal itu dipicu lantaran, terdapat pihak yang tidak bertanggung jawab yang membuka secara sepihak Dam Pacar yang berlokasi di Desa Junjung Kecamatan Sumbergempol Tulungagung.
Berdasarkan informasi yang didapat, masyarakat dari sembilan desa itu berasal dari dua kecamatan yakni Kecamatan Boyolangu dan Kecamatan Campurdarat.
Terdapat lima desa yang terdampak dari Kecamatan Boyolangu, meliputi Desa Sanggrahan, Pucung Kidul, Boyolangu, Kendalbulur dan Ngranti.
Sedangkan yang terdampak dari Kecamatan Campurdarat ada empat desa meliputi Desa Tanggung, Desa Pojok, Desa Pelem dan Desa Wates. Mereka kemudian diajak berdiskusi bersama Dinas PUPR Tulungagung dan Polres Tulungagung pada mediasi yang digelar di Kantor Dinas PUPR Tulungagung.
Salah satu pengurus Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) Desa Tanggung, Suhariyanto mengatakan, pintu Dam Pacar yang menjadi sumber irigasi dibuka oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya, air dari Dam Pacar terbuang sia sia menuju sungai parit agung tanpa melintasi 9 desa.
Hal ini tentunya membuat sekitar sebanyak 900 hektare lahan tanaman padi dari 9 desa tersebut terancam gagal panen lantaran tidak mendapat pasokan air. Hal ini tentunya menjadi pertanyaan masyarakat terkait pihak mana yang bertanggung jawab untuk membuka dan menutup DAM Pacar tersebut.
"Masalahnya mereka yang membuka dam ini tidak berkoordinasi lebih dahulu, sehingga airnya hanya terbuang sia-sia menuju sungai parit agung, sehingga kami yang ada di hilir sungai tidak kebagian," kata Suhariyanto, Selasa (3/9/2024).
Suhariyanto mengungkapkan setidaknya terdapat 200 hektare lahan tanaman padi yang terdampak akibat perbuatan yang tidak bertanggung jawab tersebut.
Hal ini membuat pihaknya tidak terima dan mempertanyakan kelanjutan pengairan tanaman padi pada 9 desa tersebut.
Pasalnya, dengan dibukanya Dam Pacar secara sepihak, membuat tidak ada lagi pasokan air untuk mereka, sehingga dalam waktu seminggu, area tanaman padi mereka terancam gagal panen. Maka dari itu, pihaknya meminta pertanggung jawaban agar pengairan untuk 9 desa ini bisa dipulihkan bagaimanapun caranya.
"Kami tentu tidak terima dengan kondisi ini, kalau bisa pihak yang tidak bertanggung jawab ini dihukum sesuai aturan yang ada. Kami juga meminta agar pengairan untuk 9 desa terdampak ini bisa dipulihkan, apalagi ini untuk kebutuhan pangan," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas PUPR Tulungagung, Dwi Hari Subagyo mengatakan, sumber pengairan 9 desa tersebut berasal dari dua sumber air yakni dari daerah irigasi Kalidawir dan daerah irigasi Lodoyo. Diketahui, hanya ada dua sumber tersebut yang selama ini biasanya mengairi 9 desa tersebut.
Hanya saja untuk sumber air di daerah irigasi Kalidawir saat ini tengah mengalami penurunan debit air, sehingga perlu waktu berbulan-bulan untuk pulih dan mengairi 9 desa tersebut. Namun daerah irigasi Lodoyo diyakini bisa meningkatkan debit air untuk menjadi pasokan bagi 900 hektare lahan tanaman di 9 desa.
"Kita sudah berkoordinasi dengan pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT) untuk membuka daerah irigasi Lodoyo agar petani dari 9 desa ini mendapat pasokan air," katanya.
Hari menjelaskan , pihak PJT sendiri sudah melakukan pembagian air secara terencana pada beberapa wilayah di Tulungagung seperti Sumbergempol, Wajak dan lain-lain.
Hanya saja, pihaknya berupaya meminta bantuan agar sedikit airnya bisa diarahkan ke 9 desa tersebut demi memulihkan pengairan mereka.
Menurut Hari, hanya inilah salah satu solusi jangka pendek yang bisa ditawarkan oleh pemerintah yakni melalui daerah irigasi Lodoyo untuk mengairi 9 desa tersebut. Meski memungkinkan, sebenarnya untuk suplai air bagi 9 desa itu tidak maksimal karena harus bergiliran untuk mendapatkan air tersebut.
"Namun pada intinya, yang paling penting ini agar mereka bisa mendapat pengairan terlebih dahulu, jadi kerugian dari ancaman gagal panen terhadap 900 hektare lahan sawah pada 9 desa ini bisa diminimalisir," tukasnya.
Editor : Mohammad Ali Ridlo