Dugaan Pungli di SMKN 3 Boyolangu, LMP Tulungagung Desak Polres Naikkan Status Kasus ke Penyidikan

Tulungagung, iNewsTulungagung.id — Dunia pendidikan kembali diguncang dengan munculnya dugaan praktik pungutan liar (pungli) di lingkungan sekolah negeri. Kali ini, sorotan tajam mengarah ke SMKN 3 Boyolangu, Kabupaten Tulungagung.
Laskar Merah Putih (LMP) Markas Cabang Tulungagung mengambil sikap tegas dengan melaporkan adanya dugaan pungli yang dilakukan pihak sekolah kepada wali murid, dan kini menyerukan langkah hukum yang lebih serius dari pihak kepolisian.
Ketua LMP Tulungagung, Hendri Dwiyanto, hadir memenuhi panggilan klarifikasi dari Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Satreskrim Polres Tulungagung pada Senin (2/6/2025). Dalam pemeriksaan yang berlangsung selama lebih dari tiga jam, Hendri mendapatkan pertanyaan dari penyidik yang membahas kronologi, bukti, serta motif dugaan praktik pungli di sekolah tersebut.
“Kami datang membawa bukti, bukan asumsi. Pemeriksaan tadi dilakukan secara profesional, dan kami mengapresiasi keseriusan penyidik. Namun, kami menegaskan bahwa sudah saatnya kasus ini naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan, karena ada indikasi kuat pelanggaran aturan terkait pungutan pendidikan,” ujar Hendri kepada awak media usai pemeriksaan.
Menurut Hendri, permasalahan utama terletak pada penetapan nominal sumbangan yang tidak sesuai aturan. Dalam dokumen dan bukti yang ia bawa, tercatat pungutan sebesar Rp500 ribu yang disebut sebagai biaya "Diklat", serta pungutan lain dengan nominal Rp1,2 juta hingga Rp1,5 juta yang ditentukan secara sepihak.
“Saya mempertanyakan dasar hukum dari sumbangan yang nilainya ditentukan itu. Apakah ini berdasarkan musyawarah? Apa dasar aturannya? Kalau tidak ada, maka itu sudah bukan sumbangan lagi — itu pungutan,” tegas Hendri.
LMP juga telah menyerahkan tiga bukti kwitansi pembayaran dari orang tua siswa, serta tangkapan layar percakapan WhatsApp antara Komite Sekolah dan wali murid, yang menunjukkan bahwa nominal sumbangan tersebut sudah ditetapkan sebelum kegiatan berlangsung. Hal ini dianggap melanggar Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang dengan tegas menyatakan bahwa sumbangan pendidikan harus bersifat sukarela, tidak memaksa, dan tidak ditentukan nominalnya.
“Kami menduga, pungutan ini tidak melalui mekanisme yang sah. Bahkan menurut kami, semestinya biaya semacam ini bisa ditanggung oleh dana BOS atau BPOPP, bukan dibebankan kepada wali murid. Ini jelas-jelas menyalahi semangat pendidikan gratis yang dijanjikan pemerintah,” lanjut Hendri.
Tidak hanya itu, Hendri menyampaikan bahwa LMP siap mendampingi saksi-saksi dari kalangan orang tua siswa yang akan dimintai keterangan oleh aparat penegak hukum. Ia berharap, keberanian para wali murid dalam menyuarakan keberatan mereka dapat menjadi pemicu pembenahan sistemik di sektor pendidikan.
“Jangan sampai penyelidikan ini mandek di tengah jalan. Kami mendorong Polres Tulungagung agar meningkatkan status kasus ini menjadi penyidikan, karena bukti awal sudah sangat kuat. Ini bukan hanya tentang uang, tetapi tentang integritas dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya dengan nada tegas.
Hendri juga mengingatkan bahwa pendidikan adalah sektor yang seharusnya bebas dari praktik komersialisasi terselubung. Jika pungli dibiarkan merajalela di sekolah, maka prinsip keadilan sosial akan terus terciderai.
“Kami ingin dunia pendidikan kita bersih dari pungli. Kami ingin transparansi dan akuntabilitas itu nyata, bukan hanya jargon di atas kertas. Aparat penegak hukum harus berani mengambil langkah konkret. Jika kasus ini bisa dituntaskan, maka ini bisa jadi titik balik penting dalam reformasi pendidikan lokal,” pungkas Hendri.
Masyarakat berharap kasus ini tidak hanya menjadi catatan laporan, tapi benar-benar ditindaklanjuti hingga tuntas. Kejelasan hukum dan ketegasan aparat akan menjadi penentu apakah keadilan benar-benar ditegakkan dalam sektor yang sangat vital bagi masa depan bangsa. (*)
Editor : Mohammad Ali Ridlo