Padahal, untuk harga normalnya daun tembakau bisa dijual hingga Rp 800 ribu per kwintal.
“Sedangkan untuk harga tembakau yang sudah dirajang, saat ini mencapai Rp 70 – 80 ribu per kilogram, dari harga normal yakni Rp 80 – 90 ribu per kilogram,” paparnya.
Yulianto melanjutkan, penurunan harga tembakau di Tulungagung disebabkan beberapa hal. Diantaranya, akibat stok tanaman tembakau surplus, akibat para petani baru saja melakukan panen. Selain stok tembakau surplus, menurunnya harga tembakau juga disebabkan karena menurunnya kwalitas tembakau yang dihasilkan.
“Turunnya harga tembakau juga dipengaruhi oleh rasa. Namun untuk tembakau kualitas premium harganya jauh lebih mahal,” jelasnya.
Rata-rata petani tembakau di Desa Ngranti memilih menanam tembakau jenis sidi. Pemilihan tembakau sidi berdasarkan, ketahanan cuaca dan kondisi tanah di Desa Ngranti. Sehingga tembakau yang dihasilkan bisa tetap terjaga kualitasnya.
“Apalagi tembakau jenis sidi ini, sedikit kemungkinan mengalami gagal panen. Sedangkan jika menanam jenis tembakau lainya, biasanya duanya mudah layu hingga menyebabkan gagal panen,” paparnya.
Editor : Mohammad Ali Ridlo